Rupiah Melemah, Fokus pada Dasar Ekonomi Nasional

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Rupiah Terus Melemah, Investor Asing Revisi Portofolio Investasi

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tengah mengalami pelemahan. Pada Rabu (24/9/2025), rupiah berada di level Rp 16.685 per dolar AS. Pelemahan ini terjadi seiring dengan peningkatan premi CDS Indonesia 5 tahun yang mencapai 82,17 bps, naik dari 70,17 bps pada 18 September 2025.

Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa dana asing tercatat keluar dari pasar keuangan domestik. Dalam periode 15 hingga 18 September 2025, nonresiden tercatat menjual neto sebesar Rp 5,49 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 2,79 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Sementara itu, mereka membeli neto sebesar Rp 0,16 triliun di pasar saham.

Secara keseluruhan selama tahun 2025, nonresiden tercatat menjual neto sebesar Rp 59,73 triliun di pasar saham dan Rp 119,62 triliun di SRBI. Di sisi lain, mereka membeli neto sebesar Rp 41,82 triliun di pasar SBN.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual, menyebutkan bahwa investor asing sedang melakukan reposisi portofolio investasinya sejak pertengahan tahun ini. Hal ini disebabkan oleh tren penurunan suku bunga di negara-negara emerging market, termasuk imbal hasil obligasi dan instrumen lainnya. Hanya Jepang dan Brasil yang mengalami kenaikan suku bunga.

David menilai bahwa investor asing cenderung beralih ke negara-negara yang memiliki tren suku bunga meningkat atau ekspektasi ke depannya positif. Contohnya, Jepang yang diprediksi akan mengalami kenaikan suku bunga. Ia juga menyatakan bahwa reposisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara emerging market lainnya.

Selain itu, investor asing juga mereposisi investasinya ke aset lain seperti saham perusahaan teknologi dan komoditas logam mulia seperti emas, platinum, dan paladium. Meskipun imbal hasil aset di Indonesia, terutama di fixed income, turun, namun saham masih menarik bagi investor di beberapa sektor.

Kebijakan BI dan Pengaruhnya terhadap Rupiah

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa siklus pelonggaran BI yang masih berlanjut, diiringi komitmen intervensi untuk menstabilkan rupiah, berdampak pada selisih suku bunga terhadap dolar yang menyempit. Namun, kepastian operasi pasar BI membantu mencegah gejolak.

Josua juga menyebutkan rencana bank BUMN yang akan menaikkan bunga simpanan dolar menjadi 4% mulai awal November. Ini bisa meningkatkan preferensi menyimpan valas di dalam negeri, sehingga kebutuhan dolar taktis meningkat dan menahan penguatan rupiah.

Dari segi risiko dari postur anggaran, DPR telah mengesahkan defisit RAPBN 2026 sebesar 2,68% PDB, lebih tinggi dari rancangan awal. Menurut Josua, kenaikan defisit belum otomatis negatif, tetapi persepsi pasar sensitif terhadap arah kebijakan fiskal yang lebih longgar.

Menjaga jangkar fiskal dengan batas defisit 3% dan fleksibilitas terukur dinilai lebih kondusif bagi pertumbuhan sekaligus menopang rupiah. Sebaliknya, skenario penghapusan batas defisit berisiko meningkatkan premi risiko, memicu arus keluar modal, dan menekan rupiah.

Premi CDS sebagai Indikator Risiko

Josua menjelaskan bahwa Premi CDS adalah barometer risiko negara. Perubahan premi CDS tetap penting untuk dicermati. Jika CDS melebar, biaya lindung nilai dan premi risiko akan naik, sehingga selera asing pada SBN/korporasi bisa menurun dan rupiah tertekan.

Ia menambahkan bahwa dalam praktik harian, pergerakan rupiah lebih cepat merespons dinamika dolar global, yuan, imbal hasil US Treasury, dan berita kebijakan dibandingkan level CDS itu sendiri.

Kondisi Ekonomi Indonesia yang Tidak Stabil

Ferry Latuhihin, Ekonom dan Analis Pasar Modal, mengatakan bahwa lemahnya fundamental ekonomi Indonesia dapat dilihat dari penurunan penerimaan PPN di semester pertama tahun ini hampir 20% dibanding tahun lalu. Shortfall fiskal juga cukup besar, sekitar Rp 30 triliun dan diperkirakan mencapai Rp 112 triliun di akhir tahun ini.

Pertumbuhan kredit perbankan juga turun dari double digit ke 7%. Ferry menilai bahwa rupiah melemah karena fundamental ekonomi yang tidak stabil, sehingga lebih banyak uang atau kapital yang keluar daripada yang masuk.

Kebijakan Pemerintah yang Menggerogoti Ketahanan Fiskal

Ferry menyebutkan bahwa kebijakan ultra-populis pemerintah menggerogoti ketahanan fiskal. Tahun depan diperkirakan pemerintah harus menerbitkan surat utang baru sebesar Rp 1.400 – Rp 1.500 triliun untuk membayar cicilan utang lama dan bunganya, serta menambal defisit APBN.

Ini bisa menyebabkan dana asing kabur karena jika yield curve bergeser ke atas, harga obligasi akan turun. Dengan Debt Service Ratio (DSR) sebesar 23,9%, pemerintah sudah hampir tidak punya ruang untuk melakukan stimulus.

Proyeksi Nilai Tukar Rupiah pada Akhir Tahun

David memproyeksikan rupiah pada akhir tahun berkisar antara Rp 16.500 – Rp 16.800 per dolar AS. Dengan asumsi indeks dolar tetap di kisaran 96 – 99, penurunan suku bunga The Fed berjalan bertahap, BI menjaga stabilisasi pasar, dan kebijakan fiskal tetap dalam koridor batas defisit 3%, Josua memproyeksikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di sekitar Rp 16.300 – Rp 16.400 per dolar AS pada akhir 2025.

Namun, ada beberapa risiko yang perlu dicermati, seperti penguatan dolar yang lebih lama, pelemahan yuan yang lebih dalam, atau sinyal pelonggaran fiskal yang agresif.

Sementara itu, Ferry memperkirakan nilai tukar mencapai Rp 18.000 per dolar AS pada akhir tahun ini. Jika tercapai, ia khawatir akan terjadi speculative attack oleh hedge funds yang akan memperlemah rupiah terus dan berpotensi menyebabkan currency crisis.