
Sejarah di Balik Benda-benda Unik di Museum Bank Indonesia
Museum Bank Indonesia yang berada di Kota Tua Jakarta memiliki banyak kisah menarik yang tersimpan dalam benda-benda sejarahnya. Selain bangunan dengan arsitektur kolonial yang indah, museum ini juga menyimpan berbagai objek yang memberikan wawasan tentang perjalanan sejarah Indonesia, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi.
Salah satu benda yang menarik perhatian adalah sebuah wastafel kecil yang tersembunyi di balik pintu lemari kayu jati. Wastafel ini bukan sekadar alat untuk mencuci tangan, melainkan bagian dari upaya unik para pekerja De Javasche Bank (DJB), bank sentral Hindia Belanda pada masa penjajahan. Pada abad ke-19, wabah kolera menghancurkan hidup ribuan orang, termasuk warga Eropa di Batavia. Di tahun 1864, sebanyak 240 orang Eropa meninggal akibat penyakit ini. Sampai 1911, jumlah korban diperkirakan mencapai 6.000 jiwa.
Untuk menghindari penyebaran bakteri kolera, para direksi DJB memutuskan untuk memasang wastafel tersembunyi di dalam lemari panjang yang membatasi ruang kerja mereka. Fungsi utamanya adalah untuk mencuci tangan setiap kali mereka bertemu dengan orang lain. Upaya ini dianggap sebagai langkah higienis yang sangat penting pada masa itu.
Kini, wastafel tersebut masih berada di dalam lemari kayu jati yang menjulang tinggi di dalam museum. Pemandu wisata Museum Bank Indonesia, Trie Kanthi Wigati, menjelaskan bahwa benda ini menjadi saksi bisu dari ketakutan dan kepanikan yang melanda Batavia pada masa lalu. "Awalnya ada wabah Kolera yang melanda Batavia pada waktu itu. Beberapa pekerja DJB akhirnya memiliki cara inovatif, yakni menaruh wastafel di dalam lemari untuk tempat cuci tangan," ujarnya.
Selain itu, museum ini juga menyimpan benda-benda bersejarah lainnya yang berkaitan dengan sistem moneter Indonesia. Salah satunya adalah Uang Gunting Sjafruddin Prawiranegara, yang merupakan Menteri Keuangan setelah Indonesia merdeka. Uang ini dibuat saat pemerintah Indonesia berupaya menata sistem moneter pasca pengakuan kedaulatan pada 1950.
Uang Gunting ini memiliki bentuk unik karena dipotong menjadi dua bagian. Bagian kanan digunakan sebagai obligasi negara, sedangkan bagian kiri tetap berlaku sebagai uang tunai dengan nilai setengahnya. Hal ini dilakukan agar uang asing yang masih beredar bisa dikurangi tanpa menimbulkan konflik. "Pemerintah menggunakan cara halus untuk menarik uang asing ini dengan cara begitu (digunting menjadi dua)," kata Trie.
Setelah itu, Bank Indonesia resmi lahir dan pada 1953, Indonesia memiliki uang resmi pertama yang terbuat dari serat kapas. Proses pencetakan uang ini dimulai pada 1952 dan baru diedarkan pada 1953. Desain uang ini masih sangat artistik, dengan gambar-gambar pengrajin dan seni kebudayaan bangsa. Meski bahannya sudah mirip dengan uang modern, fitur keamanannya belum secanggih masa kini.
Dari dua kisah ini, kita dapat melihat perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan kesehatan dan ekonomi. Dari wabah kolera hingga pembentukan sistem moneter yang stabil, setiap benda di Museum Bank Indonesia membawa cerita yang mendalam dan berharga. Pengunjung yang datang ke museum ini tidak hanya melihat benda-benda fisik, tetapi juga menyaksikan perjalanan sejarah yang penuh makna.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!