Cara Pembobolan Rekening Dormant yang Mengakui Keterlibatan Pejabat Bank

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Kasus Pembobolan Rekening Dormant yang Melibatkan Sembilan Tersangka

Sebanyak sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembobolan rekening dormant. Mereka adalah AP (50), GRH (43), C (41), DR (44), NAT (36), R (51), TT (38), DH (39), dan IS (60). Peristiwa ini terjadi setelah para pelaku melakukan aksi yang sangat terstruktur dan diawali dengan tindakan manipulasi.

Menurut Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, sebelum melakukan aksi pembobolan, pelaku NAT pernah bertemu dengan AP, yang menjabat sebagai kepala cabang bank BUMN. Dalam pertemuan tersebut, NAT mengaku sebagai petugas Satgas Perampasan Aset dari sebuah kementerian. Ia bahkan membawa ID Card yang dibuat oleh lembaga pemerintahan tertentu, sehingga mampu meyakinkan pihak lain.

“NAT mengaku dari salah satu lembaga dengan membuat ID Card di salah satu lembaga di pemerintahan kita. Kementerian. Sehingga mereka bisa meyakinkan orang-orang,” ujar Helfi saat memberikan keterangan di Bareskrim Polri pada Kamis (25/9).

Setelah berhasil memperoleh kepercayaan, AP memberikan akses ke aplikasi core banking system kepada pelaku. Akses tersebut digunakan untuk membobol rekening dormant lalu memindahkan dana ke rekening penampung. Hal ini dilakukan karena AP berperan sebagai kepala cabang pembantu yang memberikan akses ke aplikasi core banking kepada pelaku pembobol bank.

Ancaman Terhadap Kepala Cabang Bank

Pembobolan rekening tersebut terjadi pada 20 Juni 2025. Sebelumnya, sindikat tersebut telah bertemu dengan AP. Selain mengaku sebagai anggota Satgas Perampasan Aset, sindikat juga memaksa AP untuk bekerja sama. Mereka meminta AP menyerahkan User ID aplikasi core banking milik teller dan kepala cabang.

Jika AP menolak, maka dirinya dan seluruh keluarganya akan mendapatkan ancaman. Setelah mendapat ancaman tersebut, AP akhirnya mengikuti keinginan sindikat. “Apabila tidak mau melaksanakan akan terancam keselamatan kepala cabang tersebut berserta keluarganya,” jelas Helfi.

Tuntutan Hukum yang Mengancam Para Pelaku

Akibat tindakan yang dilakukannya, para pelaku dijerat dengan beberapa pasal hukum. Pertama, mereka disangkakan Pasal 49 ayat 1 huruf a dan ayat 2 UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, serta Pasal 55 KUHP. Selanjutnya, mereka juga dijerat dengan Pasal 46 ayat 1 juncto Pasal 30 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2024 perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Selain itu, para pelaku juga dijerat dengan Pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana. Terakhir, mereka juga disangkakan dengan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Proses Penyelidikan dan Tindakan Hukum

Kasus ini menunjukkan betapa kompleksnya modus operandi yang digunakan oleh para pelaku. Mereka tidak hanya memanfaatkan akses teknologi, tetapi juga menggunakan ancaman untuk memaksa seseorang bekerja sama. Hal ini menunjukkan adanya kerja sama antara pelaku internal bank dan eksternal yang memiliki kemampuan untuk mengakses sistem keuangan.

Penyelidikan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri menunjukkan bahwa para pelaku memiliki strategi yang terencana dan terkoordinasi. Dengan adanya tindakan hukum yang diterapkan, diharapkan dapat menjadi efek jera bagi siapa pun yang ingin melakukan tindakan serupa.

Proses hukum ini juga menjadi peringatan bagi institusi keuangan untuk meningkatkan pengawasan dan keamanan sistem internal agar tidak mudah dimanipulasi oleh pihak luar.