
Penggunaan Bekas Galian Tambang untuk Pasokan Air Baku
Di Kutai Timur, Kalimantan Timur, dua buah void yang dulunya merupakan bekas galian tambang batu bara dari PT Indominco Mandiri kini disiapkan untuk digunakan sebagai sumber air baku. Dua wilayah yang akan menerima pasokan air ini adalah Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur. Penggunaan void tersebut diharapkan dapat membantu mengatasi kekurangan pasokan air di kedua daerah tersebut.
Void yang dimaksud mulai menampung air hujan setelah aktivitas pertambangan berhenti pada tahun 2001. Kedua void ini diperkirakan memiliki kapasitas penyimpanan sebesar 16,5 juta meter kubik. Dengan kapasitas tersebut, air baku yang bisa dialirkan mencapai 250 liter per detik. Angka ini sangat penting karena kebutuhan air di Bontang saja mencapai sekitar 500 liter per detik, begitu pula dengan Kabupaten Kutai Timur.
Saat ini, fasilitas distribusi air baku masih dalam proses pembangunan dan direncanakan siap beroperasi pada akhir tahun ini. Kepala Teknik Tambang PT Indominco Mandiri, Eddy Susanto, menyatakan bahwa semua infrastruktur yang dibutuhkan akan selesai pada Desember tahun ini. Proses pengolahan air baku akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur agar layak dikonsumsi. PT Indominco Mandiri hanya bertugas menyediakan fasilitas air baku dari wilayahnya menuju Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang berjarak sekitar 26 km dari void.
Sistem Distribusi Berbasis Energi Terbarukan
Dalam distribusi air baku, sistem yang digunakan memanfaatkan tenaga solar panel dengan daya lebih dari 100 kilowatt peak. Meskipun penggunaan energi terbarukan masih dalam kapasitas bantuan, sumber utama tetap berasal dari PLN. Penggunaan energi terbarukan ini menjadi bagian dari upaya penghematan dan pengurangan dampak lingkungan.
Kualitas air yang berasal dari dua void ini telah diverifikasi oleh PT Sucofindo dan dinyatakan memenuhi standar baku mutu. Meski terakhir kali digunakan untuk aktivitas pertambangan lebih dari sepuluh tahun lalu, kadar asam (pH) air tercatat mencapai 7. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2 Tahun 2023, standar pH untuk air minum adalah 6,5-8,5. Hal ini menunjukkan bahwa air yang tersedia cukup layak untuk diproses dan didistribusikan kepada masyarakat.
Investasi Besar untuk Program Ini
Konstruksi program ini diperkirakan membutuhkan dana hingga Rp 300 miliar. Dana ini belum termasuk biaya perawatan di masa depan. Meskipun demikian, program ini akan terus berjalan selama PT Indominco Mandiri masih mengelola wilayah tersebut.
Berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PK2B), aktivitas pertambangan PT Indominco Mandiri akan berakhir pada tahun 2028 mendatang. Namun, Eddy Susanto mengungkap bahwa pihak perusahaan sedang mempersiapkan perpanjangan perjanjian karya untuk sepuluh tahun berikutnya. Hal ini menunjukkan komitmen perusahaan untuk terus menjaga keberlanjutan dan manfaat bagi masyarakat sekitar.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!