
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai Solusi Ekonomi dan Sosial yang Berkelanjutan
Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto, telah menjadi salah satu inisiatif utama dalam pemerintahan saat ini. Program ini tidak hanya bertujuan untuk memastikan akses makanan bergizi bagi berbagai kelompok masyarakat, tetapi juga memiliki dampak signifikan terhadap ekonomi nasional. Dengan anggaran yang besar, MBG berhasil mengalihkan dana dari sektor-sektor yang selama ini dianggap tidak efektif ke tangan rakyat kecil.
Dalam APBN 2026, program ini akan menggunakan anggaran sebesar Rp 335 triliun. Angka ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjalankan program yang lebih transparan dan berdampak langsung kepada masyarakat. Sebelumnya, dana-dana besar tersebut sering kali digunakan untuk proyek-proyek yang tidak efisien atau bahkan terindikasi korupsi. Kini, dana-dana tersebut dialihkan untuk kebutuhan pokok rakyat, termasuk pengembangan usaha pertanian dan pemasok lokal.
Dampak Ekonomi Luas dari Program MBG
Menurut Ketua Gabungan Pengusaha Dapur Makan Bergizi Indonesia (Gapembi), H. Alven Stony, program ini memberikan beberapa manfaat ekonomi yang nyata. Pertama, penyerapan tenaga kerja melalui relawan yang terlibat dalam dapur-dapur makan. Kedua, peningkatan ekonomi bagi para pemasok lokal yang mendukung produksi makanan. Ketiga, pertumbuhan usaha-usaha pertanian dan sembilan bahan pokok yang berkontribusi pada perekonomian daerah.
Selain itu, Alven menyoroti pentingnya pengembangan sumber protein susu dari masyarakat setempat. Contohnya, di Boyolali dan Pengalengan, warga setempat telah sukses mengembangkan peternakan sapi dan produksi susu. Model ini bisa menjadi contoh yang dapat direplikasi di wilayah lain.
Percepatan Implementasi Program MBG
Alven menyebutkan bahwa program MBG kini masuk tahap percepatan implementasi. Selain memberikan akses makanan bergizi bagi anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, program ini juga diproyeksikan sebagai motor penggerak ekonomi rakyat. Meskipun baru berjalan kurang dari satu tahun, masih banyak hal yang perlu disempurnakan dalam pelaksanaannya. Badan Gizi Nasional (BGN) terus berkomitmen melakukan perbaikan dan evaluasi secara berkala untuk memastikan keamanan dan optimalisasi manfaat yang diterima oleh semua kelompok sasaran.
Bukan Sekadar Kebijakan Sosial
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Dr. Ahmad Suaedy, menekankan bahwa MBG bukan sekadar kebijakan sosial. Ia melihatnya sebagai langkah politik yang memutus rantai proyek oligarki dan menghidupkan ekonomi rakyat dari dapur hingga ladang. Menurutnya, selama ini rakyat hanya jadi penonton ketika anggaran besar digelontorkan untuk proyek-proyek mercusuar yang akhirnya dikorupsi. Sebaliknya, MBG membalik arah itu: rakyat menjadi penerima langsung manfaatnya.
Suaedy menambahkan bahwa jika ada kekurangan dalam pelaksanaan, maka kekurangan itu yang harus diperbaiki. Pemerintah juga harus mendengarkan kritik dan masukan dari masyarakat demi perbaikan. Hal ini menunjukkan bahwa program ini tidak hanya sekadar kebijakan, tetapi juga proses partisipatif yang melibatkan berbagai pihak.
Anggaran MBG dalam APBN 2026
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa anggaran MBG dalam APBN 2026 mencapai Rp 335 triliun. Awalnya, pemerintah hanya mengalokasikan dana sebesar Rp 217 triliun, namun angka tersebut meningkat menjadi Rp 268 triliun setelah melalui pembahasan bersama DPR RI. Tambahan sebesar Rp 50 triliun juga diberikan, sehingga total anggaran mencapai Rp 335 triliun.
Dadan menjelaskan bahwa anggaran BGN bersumber dari tiga fungsi utama, yaitu alokasi pendidikan sebesar Rp 223 triliun atau 83,4 persen, alokasi kesehatan sebesar Rp 24,7 triliun atau 9,2 persen, serta alokasi ekonomi sebesar Rp 19,7 triliun atau 7,4 persen. Anggaran ini akan digunakan untuk memperkuat program MBG dan memastikan ketersediaan makanan bergizi bagi masyarakat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!