
Proses Pemilihan Ketua Dewan Komisioner LPS yang Mendapat Kritik
Pemilihan Anggito Abimanyu sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menjadi perhatian publik. Keputusan ini diambil setelah Presiden Prabowo Subianto mengusulkan nama Anggito kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 19 September 2025. Proses pemilihan berlangsung dalam waktu tiga hari, yang menimbulkan pertanyaan terkait transparansi dan prosedur pengangkatan.
Menurut Muhamad Saleh dari Center for Economic and Law Studies (Celios), secara formil, prosedur pengangkatan Anggito sudah sah karena melalui usulan presiden dan persetujuan DPR. Namun, dari sisi tata kelola, proses yang singkat ini dinilai kurang optimal. Undang-Undang Nomor 42 tahun 2004 tentang LPS, yang kemudian diubah melalui UU Nomor 24 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), menegaskan adanya seleksi administratif, uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), serta ruang publik untuk menilai rekam jejak calon. Dengan waktu yang sangat singkat, sulit memastikan apakah tahapan tersebut benar-benar dilakukan secara substansial.
Saleh juga menyampaikan bahwa mekanisme di DPR sering kali hanya berfungsi sebagai formalitas politik, bukan sebagai forum yang benar-benar mewakili kepentingan publik. Hal ini membuat fungsi check and balance menjadi lemah jika DPR hanya menyetujui tanpa adanya pembahasan terbuka. Meskipun secara hukum prosedural proses ini sudah terpenuhi, dari perspektif transparansi, akuntabilitas, dan representasi publik, proses ini masih jauh dari ideal.
Kritik Terhadap Mekanisme Seleksi
Achmad Nur Hidayat, pengamat kebijakan publik dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, menyoroti bahwa masalah utama bukanlah kapasitas Anggito, melainkan mekanisme pemilihannya. Nama Anggito tidak ada dalam daftar awal calon DK LPS, sehingga terdapat indikasi adanya proses yang ditempuh di luar jalur normal. Dengan masuknya nama tambahan setelah seleksi berjalan, publik mendapat kesan bahwa pemerintah dan DPR menyimpang dari aturan yang berlaku. Hal ini bisa menjadi preseden buruk, karena integritas seleksi pejabat publik akan diragukan di masa depan.
Anggito ditetapkan sebagai Ketua DK LPS setelah mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi XI DPR pada Senin malam, 22 September 2025. Sebelumnya, ia tidak mendaftar sebagai calon Ketua DK LPS. Nama Anggito muncul setelah Ketua DK LPS Purbaya Yudhi Sadewa mundur dari pencalonan karena terpilih sebagai Menteri Keuangan.
Proses Pencalonan yang Singkat
Anggito menjelaskan bahwa ia bisa menjadi kandidat komisioner LPS karena Presiden Prabowo meminta panitia seleksi menambah calon pengganti Purbaya yang telah lolos sampai tahap akhir. Ia juga menjelaskan proses pencalonannya kepada Komisi XI DPR di sela uji kelayakan dan kepatutan. “Saya sudah mengikuti proses di panitia seleksi sebagai pengganti Pak Purbaya dan (prosesnya) berjalan dalam waktu tiga hari,” kata Anggito.
Setelah seleksi rampung, Purbaya yang juga menjabat sebagai Ketua Pansel mengajukan nama Anggito kepada Kepala Negara. Presiden Prabowo lalu menyampaikan keputusan tersebut kepada DPR sehingga Anggito bisa mengikuti seleksi uji kelayakan dan kepatutan.
Persetujuan DPR
Penunjukkan Anggito Abimanyu sebagai Ketua DK LPS telah disetujui dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Selasa, 23 September 2025. Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi XI Mukhamad Misbakhun membacakan hasil uji kelayakan dan kepatutan. Ia menyebutkan bahwa pencalonan Anggito merupakan usulan dari Presiden Prabowo Subianto. “Pada tanggal 19 September 2025 presiden telah menyampaikan surat dengan nomor R-61/Pres/09/2025 perihal calon anggota Dewan Komisioner LPS atas nama Anggito Abimanyu,” ujar Misbakhun.
Proses pemilihan ini memicu berbagai tanggapan dari kalangan pengamat, baik terkait prosedur maupun transparansi. Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab, terutama soal bagaimana mekanisme seleksi dapat lebih akuntabel dan transparan di masa depan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!