
Surat Pemerintah Kabupaten Flores Timur yang Menimbulkan Kontroversi
Pemerintah Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali menjadi sorotan setelah menerbitkan sebuah surat yang menimbulkan banyak tanda tanya. Surat ini tidak hanya memicu kegaduhan di kalangan aparat desa tetapi juga mengundang perhatian masyarakat luas. Isi surat tersebut berisi perintah untuk memfasilitasi Tim Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang akan melakukan survei dan pengumpulan data di desa-desa wilayah Kabupaten Flores Timur.
Surat dengan nomor BAPPERINDA.007.3/15/Ekokimpraswil/2025, tertanggal 19 September 2025, ditandatangani oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Petrus Pedo Maran. Meski surat ini dianggap sah, konten dan struktur tim yang tercantum dalam lampiran menyisakan banyak pertanyaan.
Siapa Anggota Tim Percepatan Pertumbuhan Ekonomi?
Lampiran surat tersebut mencantumkan nama-nama anggota tim yang tidak berasal dari lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkab Flores Timur. Berikut adalah daftar nama-nama yang tercantum:
- Ferdinandus Diri Amajari (Desa Waiburak)
- Ignasius Pati Ola (Larantuka)
- Yohanes Lana Tukan (Larantuka)
- Mateus Mia Medo (Redontena)
- Lambertus Jawaama Jawan (Larantuka)
- Rahman Tukan Hanafi (Larantuka)
- Bernadus E. Besi Koten (Desa Latonliwo)
Ketidaksesuaian ini memunculkan dugaan bahwa pemerintah menggunakan warga sipil yang tidak memiliki status resmi birokrasi untuk melakukan kegiatan pengumpulan data. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa pemerintah memilih orang-orang yang tidak memiliki latar belakang resmi untuk menjalankan tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawab lembaga pemerintahan?
Tidak Ada Dasar Hukum yang Jelas
Selain itu, surat tersebut tidak menyertakan Surat Keputusan (SK) pembentukan tim, apalagi regulasi atau peraturan daerah yang menjadi payung hukum kegiatan ini. Ketiadaan dasar hukum ini menjadi isu penting karena pengumpulan data desa harus dilakukan melalui mekanisme yang transparan dan akuntabel agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.
Hingga saat ini, belum ada konfirmasi langsung dari Sekda Petrus Pedo Maran mengenai penjelasan lebih lanjut tentang surat ini. Beberapa camat yang dikonfirmasi mengaku telah menerima surat tersebut dari pemerintah kabupaten.
Reaksi Publik dan Aparat di Lapangan
Surat ini menyebar luas di media sosial dan menjadi topik perbincangan hangat di grup WhatsApp “SUARA FLOTIM TERKINI”. Banyak netizen mempertanyakan motif dan maksud tersirat dari surat ini. Salah satu pengguna, Vinsen Ledor, bahkan menggambarkan situasi ini seperti permainan catur yang penuh intrik.
“Pion bisa tempeleng Raja dan Ratu,” tulisnya dalam grup tersebut. Kalimat ini menggambarkan kekhawatiran publik terhadap potensi manipulasi data dan perebutan pengaruh di tubuh pemerintahan daerah. Seharusnya, pemerintahan daerah menjadi fasilitator pembangunan, bukan arena permainan politik dengan pion-pion tak jelas.
Dampak yang Mungkin Terjadi
Jika surat ini dibiarkan tanpa klarifikasi dan aturan yang jelas, dampak negatif dapat muncul. Di tingkat kecamatan dan desa, kebingungan bisa terjadi. Manipulasi data untuk kepentingan tertentu juga menjadi ancaman nyata. Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah bisa rusak.
Langkah mengangkat warga biasa sebagai tim percepatan tanpa legitimasi resmi juga berpotensi membuka pintu bagi konflik internal, penyalahgunaan wewenang, dan memperkeruh suasana politik lokal. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk segera memberikan penjelasan yang jelas dan transparan mengenai keberadaan dan tujuan tim ini.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!