5.900 Siswa Keracunan, BGN Minta SPPG Miliki Sertifikat Kebersihan

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Upaya BGN Memperketat Pengawasan Keamanan Pangan

Badan Gizi Nasional (BGN) mengambil langkah penting untuk memastikan keamanan pangan yang diberikan kepada masyarakat melalui program Makanan Berdaya Gizi (MBG). Salah satu tindakan utama yang diambil adalah meminta seluruh satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) segera memiliki Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) dari Kementerian Kesehatan. Sertifikat ini harus diperoleh paling lambat dalam waktu satu bulan.

Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap peningkatan kasus keracunan yang semakin marak, yang menunjukkan adanya kelemahan dalam pengawasan keamanan pangan di berbagai daerah. Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati Deyang, menyatakan bahwa lembaganya kini fokus pada penguatan pengawasan kualitas paket MBG yang diberikan kepada siswa sekolah serta penerima manfaat lainnya seperti ibu hamil.

“Kami memberikan batas waktu satu bulan untuk melengkapi SLHS, sertifikat halal, dan penggunaan air layak pakai dalam waktu satu bulan,” ujar Nanik dalam konferensi pers di Kantor BGN, Jakarta Pusat, pada Jumat (26/9).

Data Kasus Keracunan yang Mengkhawatirkan

BGN mencatat sebanyak 5.914 penerima manfaat MBG mengalami keracunan sejak Januari hingga 25 September 2025. Kasus tersebut tersebar di 70 lokasi dengan korban terdiri dari anak-anak sekolah dan ibu hamil. Penyebaran kasus ini terjadi di tiga wilayah utama.

Wilayah II atau Jawa menjadi yang paling parah dengan 41 kasus yang melibatkan 3.610 orang. Di urutan berikutnya, Wilayah I yakni Sumatra melaporkan 9 kasus dengan 1.307 orang terdampak. Sementara Wilayah III yang mencakup NTB, NTT, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua, tercatat ada 20 kasus dengan 997 orang mengalami keracunan.

Lonjakan kasus terjadi pada Agustus dan September. Pada Januari terdapat 4 kasus dengan 94 korban, lalu meningkat menjadi 9 kasus dengan 1.988 orang terdampak pada Agustus, dan kembali naik menjadi 44 kasus dengan 2.210 orang terdampak pada September.

Lima daerah dengan jumlah korban terbanyak antara lain Kota Bandar Lampung dengan 503 orang, Kabupaten Lebong, Bengkulu 467 orang, Kabupaten Bandung Barat 411 orang, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah 339 orang, serta Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta sejumlah 305 orang.

Faktor Penyebab Keracunan dan Tindakan Perlu Dilakukan

Menurut informasi dari Istana Kepresidenan, puncak kejadian keracunan tertinggi terjadi pada Agustus dengan sebaran terbanyak di Jawa Barat. Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Muhammad Qodari, menjelaskan bahwa penyebab keracunan disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk kebersihan makanan yang kurang terjaga, suhu makanan dan pengolahan pangan yang tidak sesuai, serta kontaminasi silang dari petugas.

Qodari juga menyampaikan bahwa ada masalah kepatuhan terhadap standar keamanan pangan di SPPG. Data per September 2025 menunjukkan bahwa dari 1.379 SPPG, hanya 413 yang memiliki standar operasional prosedur (SOP) Keamanan Pangan, dan hanya 312 yang benar-benar menjalankan SOP tersebut.

“Dari sini sudah kelihatan kalau mau mengatasi masalah ini, maka kemudian SOP keamanan pangan harus ada dan dijalankan,” kata Qodari dalam konferensi pers.

Pentingnya Sertifikasi SLHS

Qodari meminta seluruh SPPG memiliki Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan. Sertifikat ini berfungsi sebagai bukti tertulis bahwa suatu SPPG memenuhi standar baku mutu dan persyaratan keamanan pangan untuk olahan dan pangan siap saji.

Berdasarkan data per 22 September, dari 8.583 SPPG, hanya 34 SPPG yang sudah memiliki SLHS, sementara 8.549 SPPG belum memilikinya. “SPPG itu harus punya SLHS dari Kementerian Kesehatan sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG,” kata Qodari.