
Penundaan Pelaksanaan Transaksi Short Selling
Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali menunda pelaksanaan transaksi short selling hingga 17 Maret 2026. Sebelumnya, rencana implementasi transaksi ini dijadwalkan berlangsung pada 26 September 2025. Penundaan ini dilakukan sesuai dengan permintaan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam surat yang dikeluarkan, OJK memutuskan untuk menunda penerapan kebijakan terkait pembiayaan transaksi short selling, trading halt, dan batasan auto rejection.
Transaksi short selling adalah bentuk perdagangan saham di mana investor menjual saham yang tidak dimilikinya. Praktik ini biasanya dilakukan oleh investor dengan tingkat risiko yang cukup tinggi karena memerlukan prediksi yang akurat mengenai pergerakan harga saham. Investor umumnya meminjam saham terlebih dahulu sebelum menjualnya, lalu membeli kembali saham tersebut saat harga turun untuk mendapatkan keuntungan.
Peran dan Risiko Short Selling
Short selling sering kali dilakukan oleh investor berpengalaman yang mampu membaca arah pasar dengan baik. Meski memiliki potensi keuntungan, praktik ini juga berisiko besar karena bisa menyebabkan kerugian jika prediksi tidak tepat. Oleh karena itu, BEI menilai bahwa pendidikan dan kesadaran investor sangat penting sebelum melakukan transaksi ini.
Selain menunda implementasi transaksi short selling, BEI juga memutuskan untuk tidak menerbitkan Daftar Efek Short Selling hingga batas waktu yang ditentukan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Bursa Nomor II-H tentang Persyaratan dan Perdagangan Efek dalam Transaksi Margin dan Transaksi Short Selling.
Pengambilan Keputusan Bersama
Penundaan implementasi transaksi short selling mulai berlaku sejak 29 September 2025. Pernyataan ini disampaikan oleh otoritas BEI pada Rabu (24/9). Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, sebelumnya menyampaikan bahwa sudah ada dua sekuritas yang resmi mendapatkan izin untuk menjalankan transaksi short selling, yaitu PT Ajaib Sekuritas Asia (Ajaib) dan PT Semesta Indovest Sekuritas.
Jeffrey berharap penerapan short selling dapat meningkatkan likuiditas pasar dan memberikan peluang bagi investor untuk meraih keuntungan, baik saat pasar sedang naik maupun turun. BEI juga menegaskan bahwa fluktuasi harga saham adalah hal wajar dalam perdagangan.
Manfaat dan Tantangan Short Selling
Hasil kajian internasional menunjukkan bahwa keberadaan short selling di bursa-bursa besar dunia mampu meningkatkan likuiditas pasar sebesar 5% hingga 17%. Namun, BEI mengakui bahwa tidak ada waktu yang benar-benar tepat untuk meluncurkan instrumen ini.
“Jadi tidak akan ada waktu yang benar-benar tepat untuk mengeluarkan itu,” ujar Jeffrey kepada wartawan di Gedung BEI, Jakarta, Agustus 2025 lalu. Ia menekankan bahwa keberadaan short selling harus dipersiapkan dengan matang agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap stabilitas pasar.
Tantangan dan Persiapan Menghadapi Short Selling
Meskipun memiliki potensi manfaat, short selling juga menimbulkan tantangan tersendiri. Salah satu tantangan utamanya adalah kemungkinan adanya penipuan atau manipulasi pasar. Oleh karena itu, BEI dan OJK terus memastikan bahwa regulasi dan pengawasan yang ketat diterapkan.
Selain itu, BEI juga sedang mempersiapkan sistem teknologi dan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung transaksi short selling. Sistem ini harus mampu menangani volume transaksi yang tinggi serta memastikan keamanan dan keandalan data.
Dengan penundaan ini, BEI dan OJK memiliki waktu tambahan untuk memperkuat persiapan dan edukasi kepada para investor. Tujuannya adalah agar semua pihak siap menghadapi implementasi short selling secara bertahap dan aman.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!