
Dana Pemda yang Mengendap di Perbankan Mencapai Rekor Tertinggi
Dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di perbankan mencatat rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir. Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa hingga akhir Agustus 2025, jumlah dana pemda yang tersimpan di perbankan mencapai Rp 233,11 triliun. Angka ini meningkat sebesar Rp 40,54 triliun dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, yaitu sebesar Rp 192,57 triliun, dan menjadi yang terbesar sejak 2021.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan, menjelaskan bahwa keterlambatan belanja daerah di beberapa wilayah disebabkan oleh berbagai faktor mendasar. Pertama, terlambatnya penetapan peraturan daerah APBD di daerah, yang berdampak pada mundurnya eksekusi anggaran. Selain itu, gagal lelang juga menjadi salah satu penyebab utama penundaan serapan anggaran. Jika terjadi gagal lelang, pemerintah daerah harus melakukan lelang ulang, yang tentu memperlambat proses penggunaan dana.
Selain itu, belum siapnya kegiatan atau persiapan teknis di daerah juga menjadi hambatan. Eksekusi anggaran bisa terlambat karena kegiatan di lapangan belum siap, sehingga serapan anggaran berjalan lebih lambat. Hal ini berdampak pada kinerja penyaluran kredit produktif. Dengan terlambatnya belanja daerah, penyaluran kredit perbankan, khususnya untuk sektor konstruksi maupun pembiayaan daerah lainnya, ikut tertunda.
Menurut Trioksa, kondisi ini perlu diantisipasi pemerintah daerah karena belanja yang lebih cepat akan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk menghadapi kendala tersebut, ia menegaskan perlunya solusi bersama dari pihak eksekutif maupun legislatif di daerah. Kendala-kendala tersebut harus diantisipasi agar serapan belanja lebih optimal. Ini menjadi pekerjaan rumah baik bagi pemerintah daerah maupun legislatif.
Meski demikian, ia optimistis ke depan penyerapan belanja dapat lebih cepat. Dengan adanya dorongan dari pemerintah pusat untuk mempercepat belanja daerah demi mendukung daya beli dan ekonomi masyarakat, harapannya prosesnya bisa jauh lebih cepat.
Dampak pada Penyaluran Kredit
Kenaikan dana pemda juga cukup berdampak pada kemampuan PT BPD DIY menyalurkan kredit ke sektor riil. Ini terlihat dari posisi loan to deposit ratio (LDR) Agustus 2025 sebesar 79,52%, yang naik dibandingkan Agustus 2024 sebesar 73,6%. Naiknya LDR sebesar 5,91% dan posisi penyaluran kredit Agustus 2025 tumbuh sebesar 7,43% year on year (yoy).
Direktur Pemasaran dan Usaha Syariah BPD DIY, Raden Agus Trimurjanto, menjelaskan bahwa dana Pemda di Bank BPD DIY saat ini meningkat sebesar Rp 95 miliar atau naik sebesar 4,75% yoy dibanding posisi Agustus 2024. Adapun porsi dana Pemda Agustus 2025 dalam Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat sebesar Rp 2,1 triliun dan berkontribusi sebesar 14,45% dibanding total DPK.
"Dengan meningkatnya penyerapan anggaran pemda setiap tahun berdampak pada SILPA/sisa anggaran semakin kecil, dengan demikian saldo dana Pemda yang ada di Bank BPD DIY posisi akhir tahun semakin berkurang," kata Agus.
Hal ini selaras dengan tujuan pemerintah terhadap optimalisasi penyerapan anggaran. Sebagai strategi, Bank BPD DIY meningkatkan komposisi DPK dari sektor retail/perorangan. Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga pertumbuhan DPK tetap positif dan menjaga CASA pada posisi rata-rata 78%.
Strategi Penempatan Dana Pemda di Bank Banten
Di sisi lain, Direktur Bisnis PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten), Bambang Widyatmoko, menjelaskan bahwa dana Pemerintah Daerah yang tersimpan di Bank Banten tidak disalurkan dalam bentuk kredit, melainkan ditempatkan pada instrumen aset likuid berupa Surat Berharga Negara (SBN). Kebijakan ini sesuai dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) pengelolaan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), sehingga penempatan dana tetap aman, likuid, serta mendukung pengelolaan kas daerah secara akuntabel.
"Proses penyaluran anggaran Pemerintah Daerah sepenuhnya bergantung pada pencairan melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Dalam hal ini, Bank berperan sebagai pengelola kas daerah yang menampung dan mengadministrasikan dana milik Pemda," ujar Bambang.
Menurutnya, apabila perangkat daerah belum merealisasikan belanja, maka dana tersebut akan tetap berada di RKUD hingga adanya instruksi pencairan.
Per tanggal 23 September 2025, posisi dana Pemerintah Daerah yang tersimpan pada Bank tercatat sebesar Rp1,74 triliun. Adapun kontribusi dana Pemerintah Daerah terhadap Dana Pihak Ketiga Bank per 23 September 2025 tercatat sebesar 27,07% dari total DPK sebesar Rp6,44 triliun.
"Kami melihat, pola penyerapan anggaran Pemerintah Daerah selalu menunjukkan tren yang sama dari tahun ke tahun. Pada semester I, realisasi belanja biasanya masih rendah sehingga saldo dana Pemda di RKUD relatif tinggi. Namun, memasuki semester II, terutama triwulan IV, penyerapan anggaran meningkat signifikan seiring dengan selesainya proses pengadaan, dan pelaksanaan kegiatan," jelasnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!